Kamis, 03 Februari 2011

Jalan Desa Munjul Jadi Lautan Tanah Merah


SOLEAR – WB Online, Lemahnya pengawasan dari Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam hal ini Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol – PP) terkait maraknya galian illegal yang saat ini semakin menggila  sepertinya sudah menjadi problem pelik Kabupaten Tangerang serta kurang sadarnya pelaku usaha galian illegal yang tidak memikirkan dampaknya terhadap masyarakat sehingga masalah ini semakin membuat keresahaan masyarakat dan pengguna jalan.
        Pasalnya, akibat dari kurang sadarnya pelaku usaha galian tanah menjadi keluhan masyarakat setiap harinya, dikarenakan, Jalan Tigaraksa – Cikuya Desa Munjul Kecamatan Solear yang  merupakan jalan akses satu – satunya untuk masyarakat Munjul menuju Tigaraksa dan Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang. Kini, kondisi jalan tersebut  sangat memperihatinkan, pasalnya, jalan yang baru saja dikerjakan oleh Dinas PU Binamarga dan Pengairan Kabupaten Tangerang dari anggaran APBD 2010 tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat dan pengguna jalan melainkan jalan tersebut dinikmati oleh supir armada pengangkut galian tanah. Sekarang dampaknya jalan tersebut menjadi lautan tanah merah.
      Setiap hari masyarakat dan pengguna jalan harus merasakan was – was jika melintasi jalan tersebut apa lagi di saat hujan kondisi jalan tersebut penuh dengan tanah merah yang menyebabkan sepanjang jalan tersebut menjadi becek dan licin dan tak jarang menimbulkan kecelakaan akibat licinnya jalan dan yang lebih ironis di saat cuaca panas sepanjang jalan tersebut dipenuhi dengan debu tanah merah.
     Masyarakat setempat yang tidak mau disebut namanya mengatakan, ‘’kami sangat resah dengan kondisi jalan saat ini dengan dipenuhi tanah merah kalau hujan tiba jalan menjadi becek dan licin karenah penuh dengan tanah merah, yah, seperti lautan tanah apalagi kalau cuaca lagi panas sepanjang jalan berdebu ini sangat mengganggu sekali bahkan debu tanah pun sampai masuk kedalam rumah anak – anak kadang menjadi batuk akibat debu kalau hujan yah itu tadi jalanana menjadi becek dan licin. Kami berharap pemerintah harus peka dan turun tangan dengan masalah yang kami hadapi saat ini. ditanya apakah sering ada yang menjadi korban yang terjatuh akibat licinnya jalan ia menjelaskan,  Mengenai kendaraan roda dua yang jatuh memang sering karena jalannya licin.
     Sementara  Hardi pengguna jalan asal Desa Cileles mengeluhkan hal yang sama, ‘’saya sangat perihatin dengan kondisi jalan ini, bukannya jalan rusak tetapi kondisi jalan dipenuhi tanah merah yang membuat jalan licin, saya harus hati – hati mask arena jalan ini licin banget, saya tinggal di Cileles memang setiap hari saya harus melalui jalan ini yah, mau nggak mau terpaksa saya harus lalui meskipun harus hati – hati. Jelasnya. (Ariel)

Bangunan Gudang Milenium Kabupaten tangerang yang dibangun oleh PT BCP, Jakarta

Suherman Miharja Korban Mafia Hukum, Beli Tanah Dijadikan Tersangka


Jakarta, WB Online – Penegakan hukum di Indonesia semakin amburadul, ketidak berdayaan Satgas mafia Hukum bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin jelas, salah satu korban mafia hukum  menceritakan langsung kepada WB Online di kantornya di Kawasan Kebun Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (3/2). Adalah Suherman Miharja yang membeli tanah secara legal malah dijadikan tersangka. Kejadian ini menimpa Suherman Milihardja yang kini dijadikan tersangka oleh pihak Polda Metro Jaya dengan tuduhan memalsukan akte Autentik. Ironisnya, justru warga Sukarasa, Tangerang ini dilaporkan bukan oleh si penjual tapi oleh pihak yang tidak ada sangkut pautnya yakni PT.Bumi Citra Permai.(PT.BCP).
Banyak kejanggalan ditemui dalam laporan dengan No LP /3274/IX/2010/PMJ/Dit Reskrim tersebut yang diduga telah diatur untuk mengkriminalisasi dirinya, Suherman pun memohon perlindungan hukum kepada Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Sutarman.
“Kalau memang benar telah terjadi tindak pidana pemalsuan. Saya seharusnya telah menjadi korban penipuan. Koq malah dijadikan tersangka?. Saya telah membeli tanah itu secara sah. Saya menduga pasti ada pihak tertentu yang sudah mendesain sedemikian rupa untuk mengkriminalisasi. Saya mohon perlindungan hukum,” ujar Suherman Milihardja.
Dituturkan Suherman, sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) RI, tertanggal 26 Desember 1958 No.251 K/SIP/1958 (Vide) Rangkuman Yurispendesi MA Hukum Perdata dan Acara Perdata tanggal 12 Juli 1977 halaman 38 poin/29 X/V.13 menyatakan bahwa pembeli yang beritikad baik harus dilindungi secara hukum. “Pembeli yang bertindak dengan beritikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap sah.’katanya menyebutkan isi putusan MA RI.
Upaya kriminalisasi yang sistematis, lanjutnya, dilakukan lantaran pihak PT.BCP gagal mengklaim lahan miliknya seluas kurang lebih 5 HA yang terletak Desa Peusar, Kec.Panongan, Kab,Tangerang, Banten. PT.BCP dinyatakan pihak Pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat, telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara perdata dengan No.70/PDT.G/BTH/PLW/2010/PN.JKT.PST.  Segala macam cara rupanya telah ditempuh oleh PT.BCP. Kesal tidak bisa menguasai lahan milik saya kemudian berupaya melakukan kriminalisasi," tandasnya.
Dituturkan Suherman, pada bulan Juli 1997 membeli tanah di Desa Peusar, atas nama Wardi. Semuanya bukti pembelian kata Suherman dibuktikan dengan adanya kwitansi. "Untuk menunjang semua bukti pembelian tanah dan proses surat-suratnya maka disiapkan penandatangan oleh penjual pada berkas-berkas dokumen yang diperlukan. Proses penandatangan blangko pemberkasan tersebut dilaksanakan di rumah (Alm) Wardi yang dilakukan oleh staf saya pada tahun 1997. Itupun disaksikan oleh Ibu Sanah (Isteri Alm.Wardi) dan Yoyo (Adik Ipar Ibu Sanah). Semua ada difoto pada saat penandatangan berkas. Semua bukti-bukti berupa foto tersebut fakta yang tak bisa dibantah. Kalau kemudian ada yang membantah jelas mengherankan," ucapnya heran.
Supawi, yang juga saksi dalam penerimaan uang pembayaran bertindak sebagai mediator. Kemudian pada 3 November 2010 disaksikan Kepala Desa Peusar, Sukandi, dan staff Desa Peusar, Nurdin, menanyakan kebenaran atas tanda tangan (Alm) Wardi di KTP pada 2005 dan penjualan tanah yang disaksikan oleh Ibu Sanah, Yoyo, dan Supawi.
"Pada kesempatan itu mereka membantah atas kebenaran tanda tangan (Alm) Wardi di KTP 2005 dan juga membuat pernyataan mengenai kebenaran atas penjualan tanah milik (Alm) Wardi. Karena peristiwa kerusuhan dan krisis ekonomi pada Mei 1998 rencana penggunaan lahan yang mencakup 5 HA tertunda, begitu pun dengan proses Akta Jual Beli (AJB) atas lahan yang sudah dibeli tersebut. Pada 2006 hingga sekarang baru laksanakan proses pembuatan AJB yang terlebih dahulu diperlihatkan bukti-bukti dokumen pembelian kepada pihak Kepala Desa . Setelah dicek tidak ada masalah," paparnya.
Pada maret 2008, lanjutnya, berkas pembelian kembali dikonfirmasi kepada pihak (Alm) Wardi , kembali tidak ada masalah sehingga dibuatkan AJB sesuai AJB No.495/2008 tertanggal 23 April 2008 yang dibuat PPAT Kec.Panongan Drs.Ari Novi Purnama, MM ditanda tangani oleh Kepala Desa Peusar, Sukandi, Wardi selaku penjual, dirinya selaku pembeli dan saksi Sekretaris Desa, Ahmad Mulyadi. "Dan pada 2 September 2009, penjual tanah yakni Wardi diketahui meninggal dunia," ucapnya.
Diakui Suherman, ia pernah melaporkan Tahir Ferdian, Dirut PT.BCP yang telah menghancurkan, memindahkan batas -batas pekarangan serta dugaan penggelapan hak atas barang tidak bergerak ke Polres Kabupaten Tangerang. Dalam rincian DHKP (Daftar Ketetapan Pajak ) pembayaran PBB yang dikeluarkan oleh KPP Tangerang tahun 1993/1994 bahwa sebidang tanah milik Wardi tersebut sesuai dengan PBB, berada di Blok 13 No.104 telah tercakup dalam Sertifikat HGB No.00014, milik PT.BCP.
"Maka atas laporan Polisi itu PT.BCP kecewa dan marah. Permasalahan tersebut membuat PT.BCP melaporkan saya dengan dugaan tanda tangan palsu di AJB. No.495.200B dan dokumen persyaratan AJB yang dibuat pada 2008. Katanya tanda tangan Alm.Wardi berbeda antara di KTP yang dibuat pada 2005. Anehnya, yang melaporkan bukan para ahli waris (Alm) Wardi?," tandasnya heran.
Untuk menghindari penyidikan ’sesat’ maka ia memohon kepada Kapolda Metro Jaya agar dikut sertakan dalam gelar perkara dihadapan pimpinan penyidik bersama dengan saksi-saksi yang terdapat dalam foto waktu pembebesan tanah pada tahun 1997.
Kemudian Suherman juga meminta agar penyidik memeriksa keabsahan alat bukti pelapor dengan membandingkan tanda tangan (Alm) Wardi dari dokumen lainnya melalui uji forensik. Para saksi yang diminta keterangan dalam BAP dihadirkan untuk diperiksa dengan menguji kepada saksi lainnya guna menghindari saksi palsu atau rekayasa, tukasnya.
Ibu Sanah, isteri (Alm) Wardi, yang datang ke Mapolda Metro Jaya secara tegas menyatakan bahwa tanah atas nama (Alm). suaminya telah dijual secara sah kepada Suherman Milihardja."Saya selaku mediator dan juga saksi yang turut menyaksikan proses jual beli tanah dari (Alm) Wardi ke Pak Suherman," kata Yoyo, yang datang ke Mapolda Metro Jaya turut menambahkan. (yordan).